Senin, 27 Juni 2022

Memahami Bid'ah

Memahami Bid'ah
Oleh Nabil Al Arif, S.E.

Bid'ah menurut Imam Syatibi : suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat/inovasi (tanpa ada dalil) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah. [Al I’tishom]
Sedangkan suatu ritual ibadah yang niat-nya disandarkan pada dalil yang shahih maka tidak dihukumi sebagai bid'ah. Dalil menurut Imam Syafi'i adalah : "Dan Allah tidak mengizinkan bagi siapapun selain Rasulullah untuk berbicara (agama) kecuali berdasarkan ilmu yang telah ada sebelumnya, dan dasar ilmu setelah Al-Qur'an dan Sunnah (Hadits), yakni Ijma' dan Atsar beserta apa-apa yang dijelaskan daripada Qiyas atas hal tersebut." [Kitab Ar-Risalah : hlm. 508].
Kaidah untuk memahami bidah :
1-Bid'ah menurut syariat terdapat dalam perkara ritual ibadah beragama, sedangkan perkara duniawi (sarana beragama) tidak termasuk Bid'ah menurut syariat. Maka daripada itu microphone, pesawat, dan teknologi bukanlah bid'ah karena hal tersebut adalah perkara duniawi (sarana beragama) yang manusia bebas berinovasi terhadapnya.
2-Suatu amalam dikatakan bid'ah jika MENGKHUSUSKAN dan/atau SECARA TERUS MENERUS mengerjakan suatu ibadah dengan kondisi/keadaan tertentu, dengan sebab tertentu, dengan waktu dan tempat tertentu, dengan tata cara tertentu, dengan bacaan tertentu, dengan jumlah tertentu NAMUN TIDAK ADA DALILNYA. Rasulullah bersabda “Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa pula pada hari sebelum atau sesudahnya.” (Hadits Shahih Bukhari no. 1849 dan Shahih Muslim no. 1929). Hadits ini menegaskan larangan mengkhususkan suatu ritual beribadah tanpa landasan dalil.
3-Bid'ah adalah suatu ibadah yang ¹Nabi mampu kerjakan, ²ada keadaan/dorongan yang membuat Nabi pantas untuk mengerjakannya, namun ³tidak ada dalil yang menerangkan Nabi mengerjakannya. 
Maka teknologi bukan bid'ah karena nabi tidak mampu membuatnya.
4-Bid'ah itu lawan dari sunnah, dan mengamalkan bid'ah dapat mematikan sunnah. Hadits shahih menerangkan di hari Jumat untuk membaca surat Al-Kahfi, namun ahlul bidah mematikan sunnah dengan membaca surat Yasin yang tidak ada dalil shahih.

# Beberapa syubhat yang dilontarkan ahlul bidah antara lain ; (a)Pengumpulan Al-Quran dalam satu kitab/mushaf yang dianggap bidah, padahal rasul telah mensyariatkan penulisan Al-Qur’an, setelah rasul wafat maka dikumpulkan oleh para sahabat menjadi satu mushaf untuk menjaga keutuhannya. Begitu juga dengan penulisan hadits/sunnah, bahwa rasul memerintahkan menulis sebagian hadits dan tidak mencampurkannya dengan Al-Quran, lalu setelah beliau wafat maka ada upaya mengumpulkan sunnah/hadits. (b)Shalat Tarawih berjamaah dianggap bidah, padahal pada masa rasul hidup para sahabat terus shalat berjamaah secara berkelompok-kelompok dan terkadang rasul tidak ikut bersama mereka karena dikhawatirkan shalat tarawih dianggap wajib. Lalu pada masa Umar demi persatuan menjadikan mereka jamaah di belakang satu imam. (c)Zakat Fitri dengan beras dianggap bid'ah, padahal telah datang dalil yang menjelaskan zakat fitri dibayarkan dengan makanan pokok di daerah masing-masing berdasarkan Hadits Shahih Bukhari no.1510.
Tidak ada satupun sahabat yang menentang perbuatan di atas, apalagi telah datang dalil untuk mengikuti sunnah khulafaur rasyidin, mengikuti sahabat, dan dua generasi setelahnya.
Adapun bid'ah yang muncul sekarang tidak ada yang menyepakatinya kecuali oleh para kalangan ahlul bidah sendiri.

=====

Zikir berjamaah Bid'ah
Dzikir jama'ah dilakukan pertama kali oleh kaum khawarij, yg kemudian dibubarkan Ibnu Mas'ud dan Abu Musa dalam Kitab Hadits Sunan Ad Darimi 1/68 no.210 pada Bab Bid'ah, merekalah yang di kemudian hari memerangi Ali bin Abu Thalib.
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu mengingkari orang-orang yang berdzikir secara berjama’ah di masjid. Dikisahkan oleh Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu:

قال رأيتُ في المسجدِ قومًا حِلَقًا جلوسًا ينتظرون الصلاةَ في كلِّ حلْقةٍ رجلٌ وفي أيديهم حصًى فيقول كَبِّرُوا مئةً فيُكبِّرونَ مئةً فيقول هلِّلُوا مئةً فيُهلِّلون مئةً ويقول سبِّحوا مئةً فيُسبِّحون مئةً قال فماذا قلتَ لهم قال ما قلتُ لهم شيئًا انتظارَ رأيِك قال أفلا أمرتَهم أن يعُدُّوا سيئاتِهم وضمنتَ لهم أن لا يضيعَ من حسناتهم شيءٌ ثم مضى ومضَينا معه حتى أتى حلقةً من تلك الحلقِ فوقف عليهم فقال ما هذا الذي أراكم تصنعون قالوا يا أبا عبدَ الرَّحمنِ حصًى نعُدُّ به التكبيرَ والتهليلَ والتَّسبيحَ قال فعُدُّوا سيئاتِكم فأنا ضامنٌ أن لا يضيعَ من حسناتكم شيءٌ ويحكم يا أمَّةَ محمدٍ ما أسرعَ هلَكَتِكم هؤلاءِ صحابةُ نبيِّكم صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مُتوافرون وهذه ثيابُه لم تَبلَ وآنيتُه لم تُكسَرْ والذي نفسي بيده إنكم لعلى مِلَّةٍ هي أهدى من ملةِ محمدٍ أو مُفتتِحو بابَ ضلالةٍ قالوا والله يا أبا عبدَ الرَّحمنِ ما أردْنا إلا الخيرَ قال وكم من مُريدٍ للخيرِ لن يُصيبَه إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ حدَّثنا أنَّ قومًا يقرؤون القرآنَ لا يجاوزُ تراقيهم يمرُقونَ من الإسلامِ كما يمرُقُ السَّهمُ منَ الرَّميّةِ وأيمُ اللهِ ما أدري لعلَّ أكثرَهم منكم ثم تولى عنهم فقال عمرو بنُ سلَمةَ فرأينا عامَّةَ أولئك الحِلَقِ يُطاعِنونا يومَ النَّهروانِ مع الخوارجِ

“Abu Musa Al Asy’ari berkata: aku melihat di masjid ada beberapa orang yang duduk membuat halaqah sambil menunggu shalat. Setiap halaqah ada seorang (pemimpin) yang memegangi kerikil, kemudian ia berkata: bertakbirlah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertakbir 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertahlil lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertahlil 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertasbih lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertasbih 100 kali. 

Ibnu Mas’ud berkata: lalu apa yang engkau katakan kepada mereka wahai Abu Musa? Abu Musa menjawab: aku tidak katakan apapun karena menunggu pandanganmu. Ibnu Mas’ud berkata: mengapa tidak engkau katakan saja pada mereka: hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali. 

Kemudian Ibnu Mas’ud pergi dan kami pun pergi bersama beliau. Sampai pada suatu hari Ibnu Mas’ud mendapati sendiri halaqah tersebut. Lalu beliau pun berdiri di hadapan mereka.

Ibnu Mas’ud berkata: apa yang kalian lakukan ini? Mereka menjawab: Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih! Ibnu Mas’ud berkata: hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali. Wahai umat Muhammad, betapa cepatnya kalian binasa! Demi Allah, yang kalian lakukan ini adalah ajaran agama yang lebih baik dari ajaran Muhammad atau kalian sedang membuka pintu kesesatan!

Mereka mengatakan: Wahai Abu Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan! Ibnu Mas’ud menjawab: betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah mengatakan kepada kami tentang suatu kaum yang mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi (bacaan mereka) tidak melewati tenggorokan mereka, demi Allah, saya tidak tahu bisa jadi kebanyakan mereka adalah dari kalian. Kemudian Ibnu Mas’ud meninggalkan mereka”. 

Amr bin Salamah berkata , ”Kami melihat kebanyakan orang-orang yang ada di halaqah itu adalah orang-orang yang ikut melawan kami di barisan khawarij pada perang Nahrawan” (Hadits Sunan Ad Darimi 1/68 no.210, dishahihkan Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 5/11).

=====

Setiap Bidah (dalam urusan ritual ibadah beragama) adalah sesat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (Hadits Shahih Muslim no. 867)

Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma mengatakan:
كلُّ بدعةِ ضلالةٍ وإن رآها النَّاسُ حَسنةً
“Setiap kebid’ahan itu sesat walaupun manusia menganggapnya baik” (Hadits Ibnu Bathah dalam Al Ibanah no. 175, Al Lalika-i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlissunnah no. 104, dishahihkan Al Albani dalam Ishlahul Masajid hal. 13).

=======

Bidah Hasanah?

Adapun Bidah Hasanah yang dimaksud oleh ulama Syafi'iyah seperti Imam Al'is bin Abdis Salam yang dinukilkan oleh Imam Nawawi, adalah segala macam SARANA untuk meningkatkan agama, bukan RITUAL IBADAH. Imam Al'is bin Abdis Salam membedakan Bidah Hasanah menjadi lima; diantaranya
1. Bidah yang Wajib; penulisan ilmu nahwu dan saraf sebagai sarana memahami quran dan hadits, penulisan ilmi jara wa tadlil sebagai sarana memahami hadits, penulisan kata-kata gharib sebagai sarana memahami bahasa arab, penulisan ilmu ushul fiqh sebagai sarana memahami syariat
2. Bidah yang Mustahab; membuat pondok dan sekolah sebagai sarana pembelajaran islam
Maka dapat difahami dari definisi dan pembagian bidah hasanah oleh ulama di atas adalah sarana, bukan ritual ibadah itu sendiri. Adapun sebagian Ahlul Bidah, mereka mengira bahwa bidah hasanah adalah ritual ibadah seperti slametan kematian yang mereka sebut tahlilan, zikir bergoyang-goyang, zikir dengan lafadz-lafadz yang aneh yang tidak bersandarkan dalil, dan lain sebagainya.

====

Adapun golongan ahli sunnah wal jamaah mengatakan tentang semua perbuatan dan ucapan yang tidak terbukti bersumber dari para sahabat berarti hal itu adalah bid'ah. Karena sesungguhnya seandainya hal itu baik, tentulah mereka mendahului kita beriman kepadanya, karena sesungguhnya tiada suatu perkara kebaikan pun yang mereka biarkan melainkan mereka (para sahabat) bersegera mengerjakannya (Tafsir Ibnu Katsir terhadap Quran Al-Ahqaf:11)

Quran verses eaten by goat?